ARTIKEL TENTANG JUAL BELI
Pengertian jual beli
Jual beli adalah persetujuan saling
mengikat antara penjual, yaitu pihak yang menyerahkan barang, dan pembeli
sebagai pihak yang membayar harga barang yang dijual. Jual beli merupakan
perbuatan yang diperbolehkan Allah Swt. Hal ini berdasarkan dalil berikut.
A.
Rukun
Jual Beli
Rukun jual beli meliputi penjual dan
pembeli, benda yang dijual atau dibeli, serta ijab kabul.
1.
Penjual
dan Pembeli
Syarat penjual dan pembeli
adalah akil (berakal sehat); balig (dewasa); atas kehendak sendiri.
2.
Benda
yang Dijual atau Dibeli
Syarat benda yang dijual
atau dibeli adalah sebagai berikut.
·
Benda
tersebut dalam keadaan suci. Oleh karena itu, anjing dan babi tidak boleh
diperjual belikan karena najis.
·
Benda
tersebut memberi manfaat.
·
Benda
tersebut dapat diserahkan kepada pembeli. Benda yang tidak dapat diserahkan
tidak boleh diperjualbelikan, seperti ikan di laut dan burung yang terbang di
udara.
·
Barang
tersebut merupakan kepunyaan penjual, orang yang diwakilinya, atau orang yang
mengusahakannya.
·
Barang
tersebut diketahui oleh penjual dan pembeli, baik zat, bentuk, kadar (ukuran),
maupun sifat-sifatnya.
3.
ljab
Kabul
Ijab adalah perkataan
penjual. Misalnya, “Saya jual barang ini dengan harga sekian.” Kabul adalah
perkataan pembeli. Misalnya, “Saya beli barang ini dengan harga sekian.”
B. Definisi,
Klasifikasi, Pembagian dan Syarat Jual Beli
a a)
JUAL
BELI DAN HUKUM-HUKUMNYA
Perdagangan adalah jual beli dengan
tujuan untuk mencari keuntungan. Penjualan merupakan transaksi paling kuat
dalam dunia perniagaan bahkan secara umum adalah bagian yang terpenting dalam
aktivitas usaha. Kalau asal dari jual beli adalah disyariatkan, sesungguhnya di
antara bentuk jual beli ada juga yang diharamkan dan ada juga yang
diperselisihkan hukumnya. Oleh sebab itu, menjadi satu kewajiban bagi seorang
usahawan muslim untuk mengenal hal-hal yang menentukan sahnya usaha jual beli
tersebut, dan mengenal mana yang halal dan mana yang haram dari kegiatan itu,
sehingga ia betul-betul mengerti perso-alan. Dalam pembahasan ini penulis akan
memaparkan beberapa persoalan yang berkaitan dengan masalah jual beli. Mari
kita mengikuti pembahasan berikut ini:
b)
DEFINISI
JUAL-BELI
Jual beli secara etimologis artinya:
Menukar harta dengan harta. Secara terminologis artinya: Transaksi penukaran
selain dengan fasilitas dan kenikmatan. Sengaja diberi pengecualian “fasilitas”
dan “kenikmatan”, agar tidak termasuk di dalamnya pe-nyewaan dan menikah.
Jual beli adalah dua kata yang saling
berlawanan Martina, namun masing-masing sering digunakan untuk arti kata yang
lain secara bergantian. Oleh sebab itu, masing-masing dalam akad transaksi
disebut sebagai pembeli dan penjual. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Dua orang yang berjual beli memiliki hak untuk menentukan pilihan,
sebelum mereka berpindah dari lokasi jual beli.” Akan tetapi bila disebutkan
secara umum, yang terbetik dalam hak adalah bahwa kata penjual diperuntukkan
kepada orang yang mengeluarkan barang dagangan. Sementara pembeli adalah orang
yang mengeluarkan bayaran. Penjual adalah yang mengeluarkan barang miliknya.
Sementara pembeli adalah orang yang menjadikan barang itu miliknya dengan
kompensasi pembayaran.
c)
DISYARIATKANNYA
JUAL-BELI
Jual beli disyariatkan berdasarkan
konsensus kaum mus-limin. Karena kehidupan umat menusia tidak bisa tegak tanpa
adanya jual beli. Allah berfirman:
“Dan
Allah menghalalkan jual beli serta mengharamkan riba..” (Al-Baqarah: 275).
d)
KLASIFIKASI
JUAL BELI
Jual beli diklasifikasikan dalam
banyak pembagian dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Kami akan menyebutkan
sebagian di antara pembagian tersebut:
- Klasifikasi Jual Beli dari Sisi Objek Dagangan
Ditinjau
dari sisi ini jual beli dibagi menjadi tiga jenis: Pertama: Jual beli umum,
yaitu menukar uang dengan barang. Kedua: Jual beli ash-sharf atau Money
Changer, yakni penukaran uang dengan uang. Ketiga: Jual beli muqayadhah atau
barter. Yakni menukar barang dengan barang.
- . Klasifikasi Jual Beli dari Sisi Cara Standarisasi Harga
a).
Jual beli Bargainal (Tawar-menawar). Yakni jual beli di mana penjual tidak
memberitahukan modal barang yang dijualnya.
b).
Jual beli amanah. Yakni jual beli di mana penjual mem-beritahukan harga modal
jualannya. Dengan dasar jual beli ini, jenis jual beli tersebut terbagi lain
menjadi tiga jenis lain:
Jual
beli murabahah. Yakni jual beli dengan modal dan ke-untungan yang diketahui.
Jual
beli wadhi”ah. yakni jual dengan harga di bawah modal dan jumlah kerugian yang
diketahui.
Jual
beli tauliyah. Yakni jual beli dengan menjual barang dalam harga modal, tanpa
keuntungan dan kerugian.
Sebagian
ahli fiqih menambahkan lagi jenis jual beli yaitu jual beli isyrak dan
mustarsal. Isyrak adalah menjual sebagian barang dengan sebagian uang bayaran.
Sedang jual beli mustarsal adalah jual beli dengan harga pasar. Mustarsil
adalah orang lugu yang tidak mengerti harga dan tawar menawar.
c).
Jual beli muzayadah (lelang). Yakni jual beli dengan cara penjual menawarkan
barang dagangannya, lalu para pembeli saling menawar dengan menambah jumlah
pembayaran dari pembeli sebelumnya, lalu si penjual akan menjual dengan harga
tertinggi dari para pembeli tersebut.
Kebalikannya
disebut dengan jual beli munaqadhah (obral). Yakni si pembeli menawarkan diri
untuk membeli barang dengan kriteria tertentu, lalu para penjual berlomba
menawarkan dagang-annya, kemudian si pembeli akan membeli dengan harga
ter-murah yang mereka tawarkan.
3.
Pembagian Jual Beli Dilihat dari Cara Pembayaran
Ditinjau
dari sisi ini, jual beli terbagi menjadi empat bagian:
- Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran secara langsung.
- Jual beli dengan pembayaran tertunda.
- Jual beli dengan penyerahan barang tertunda.
- Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama tertunda.
C. SYARAT-SYARAT
SAH JUAL BELI
Agar jual beli dapat dilaksanakan
secara sah dan memberi pengaruh yang tepat, harus direalisasikan beberapa
syaratnya terlebih dahulu. Ada yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli,
dan ada kaitan dengan objek yang diperjual-belikan.
Pertama: Yang berkaitan dengan
pihak-pihak pelaku, harus memiliki kompetensi dalam melakukan aktivitas itu,
yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta berkemampuan memilih. Tidak
sah transaksi yang dilakukan anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang
yang dipaksa.
Kedua:
Yang berkaitan dengan objek jual belinya, yakni sebagai berikut:
a.
Objek jual beli tersebut harus suci, bermanfaat, bisa dise-rahterimakan, dan
merupakan milik penuh salah satu pihak.
Tidak sah menjualbelikan barang
najis atau barang haram seperti darah, bangkai dan daging babi. Karena
benda-benda ter-sebut menurut syariat tidak dapat digunakan. Di antara bangkai
tidak ada yang dikecualikan selain ikan dan belalang. Dari jenis darah juga
tidak ada yang dikecualikan selain hati (lever) dan limpa, karena ada dalil
yang mengindikasikan demikian.
Juga tidak sah menjual barang yang
belum menjadi hak milik, karena ada dalil yang menunjukkan larangan terhadap
itu. Tidak ada pengecualian, melainkan dalam jual beli as-Salm. Yakni sejenis
jual beli dengan menjual barang yang digambarkan kri-terianya secara jelas
dalam kepemilikan, dibayar dimuka, yakni dibayar terlebih dahulu tetapi barang
diserahterimakan bela-kangan. Karena ada dalil yang menjelaskan disyariatkannya
jual beli ini.
Tidak sah juga menjual barang yang
tidak ada atau yang ber-ada di luar kemampuan penjual untuk menyerahkannya
seperti menjual Malaqih, Madhamin atau menjual ikan yang masih dalam air,
burung yang masih terbang di udara dan sejenisnya. Malaqih adalah anak yang masih
dalam tulang sulbi pejantan. Sementara madhamin adalah anak yang masih dalam
tulang dada hewan be-tina.
Adapun jual beli fudhuliy yakni
orang yang bukan pemilik barang juga bukan orang yang diberi kuasa, menjual
barang milik orang lain, padahal tidak ada pemberian surat kuasa dari pemilik
barang. Ada perbedaan pendapat tentang jual beli jenis ini. Na-mun yang benar
adalah tergantung izin dari pemilik barang.
b.
Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga pemba-yarannya, agar tidak
terkena faktor “ketidaktahuan” yang bisa termasuk “menjual kucing dalam
karung”, karena itu dilarang.
c.
Tidak memberikan batasan waktu. Tidak sah menjual barang untuk jangka masa
tertentu yang diketahui atau tidak di-ketahui. Seperti orang yang menjual
rumahnya kepada orang lain dengan syarat apabila sudah dibayar, maka jual beli
itu diba-talkan. Itu disebut dengan “jual beli pelunasan”.
sumber artikel : https://www.hipwee.com>tag>jual-beli>islami
sumber vidio : https://m.youtube.com/watch?v=psJcxpvI8
diposting oleh : Muhamad Ripki Azizi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar